KERAHASIAAN DATA BANK

KERAHASIAAN DATA BANK

Kerahasiaan data bank sebelumnya telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perbankan No 10 Tahun 1998. Dimana (Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan)

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan penyimpan dan simpanannya.


Berdasarkan ketentuan di atas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak Bank / Pihak terafiliasi hanya keterangan keterangan dari Penyimpan dan simpanannya. Sewaktu Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang sama juga sebagai Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan keterangan tentang pinjaman dalam kedudukannya sebagai uang penyimpan. Artinya jika nasabah hanya berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur dan utangnya tidak wajid dirahasiakan oleh bank / pihak terafiliasi. Dengan demikian, istilah rahasia bank hanya berisi keterangan penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu tidak rahasia bank.

Yang berjudul Nasabah Penyimpan adalah bentuk yang menempatkan dananya di Bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang terpisah (Pasal 1 angka (17) UU No.10 Tahun 1998).

Yang disebut dengan dana adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat untuk Bankisasi dalam bentuk dana Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998).



 PENGECUALIAN RAHASIA BANK


Dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa: 
“Bank wajib merahasiakan keterangan penyeran dan simpanannya, kecuali dalam hal-hal yang berhubungan dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 , dan Pasal 44A ”.

1.Untuk Kepentingan Perpajakan

Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang ditentukan: 
“Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan untuk pemegang surat kepada bank agar memberikan informasi dan bukti-bukti serta surat-surat keadaan keuangan Nasabah Penyimpan khusus untuk pejabat pajak ”.

Untuk pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur hal-hal yang tidak terbatas sebagai berikut:

Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.


Pembukaan Rahasia Bank itu di atas Menteri Keuangan.


Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.


Pembukaan Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan bukti-bukti dan surat-surat untuk situasi keuangan Nasabah Penyimpan yang disebut dalam Permintaan Menteri Keuangan.


Informasi dengan bukti-bukti yang ada Nasabah Penyimpan yang diberikan kepada pejabat pajak yang beragunan dalam hukum tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.


2.Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank

Penyelesaian ketentuan Bank dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Hal-hal yang disebutkan sebagai berikut:

Bank yang telah digunakan untuk Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank terkait simpanan Nasabah Debitur.


Izin dalam jawaban dalam ayat (1) diberikan Informasi dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara.


Pertanyaan dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang membahas dan alasan diperlukannya keterangan.


3.Untuk kepentingan Peradilan Pidana

Kepentingan peradilan dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Hal-hal yang disebutkan sebagai berikut:

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh informasi dari Bank terkait dengan bank.


Hak akses dalam ayat (1) diberikan Informasi dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, dari Hakim.


Pertanyaan yang diajukan dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksan atau hakim, nama-nama tersangka atau alasan, alasan yang diperlukan dan nama-nama yang relevan dengan informasi yang diperlukan.


4.Untuk kepentingan peradilan Perdata

Menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992: 
“Dalam perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bisa dapat bertanggung jawab atas keadaan keuangan yang berhubungan dan memnerikan informasi yang relevan dengan perkara tersebut”.

Daftar isi yang tercantum di bawah informasi keuangan negara yang dapat diberikan oleh Bank. Karena pasal ini tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.

5.Untuk keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank

Tukar-menukar informasi antar Bank diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut disebut sebagai berikut: 
Ayat (1) 
“Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.

Dalam Penjelasannya dinyatakan: 
"Tukar-menukar informasi antar bank untuk memperlancar dan memperkuat kegiatan usaha Bank lain guna mencegah kredit dan mengetahui status dari bank yang lain. Dengan demikian, Bank dapat mengeluarkan tingkat yang berbeda sebelum melakukan transaksi dengan pelanggan atau dengan Bank lain ”.

Ketentuan mengenai tukar-menukar Informasi Antarbank Fasilitas dalam ayat (1) Berlakukan lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2). Dalam penjelasannya bahwa dalam ketentuan yang akan ditentukan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain mengatur tata cara penyampaian dan permintaan infrmasi serta bentuk dan jenis informasi yang dapat dipertukarkan, seperti indikator besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya debitur yang tercantum dalam daftar kredit macet.

6.Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah,

Pemberian hak atas penyingkatan pinjaman dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Hal-hal yang disebutkan sebagai berikut:

Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang membuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan dari Penyimpan pada Bank yang membahas pihak-pihak yang dimaksud oleh Nasabah Penyimpan tersebut.


Dalam hal ini penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan uang yang tidak berhak untuk keterangan simpanan dari penyimpan tersebut. 
Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank Wajib memberikan keterangan tentang simpanan penyimpan kepada pihak-pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau ketentuan dari penyimpan yang terpisah, seperti penasehat hukum yang menangani perkara penyimpan. Selain itu dalam ayat (2) ahli waris yang sahin mengetahui informasi dari simpanan penyimpan jika penyimpan yang bertanda telah meninggal dunia. Untuk digunakan keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang sah.


Terimah kasih, Semoga bermanfaat...!

Komentar